Kabupaten Jayapura, jelajahpapua.com – Kasus dugaan pemalsuan dokumen tentang pencatutan nama seseorang di Perusahaan Daerah (Perusda) Baniyau yang dikeluarkan oleh akta notaris yang dilaporkan oleh Nelson Ondi resmi naik status ke penyidikan.
Pelanggaran pemalsuan data otentik (akta notaris) atau pencatutan nama seseorang di Perusda Baniyau yang dikeluarkan oleh akta notaris, kini dinaikkan prosesnya, dari penyelidikan, menjadi penyidikan (Sidik) oleh Polres Jayapura.
“Adanya laporan polisi adanya pemalsuan data otentik atau akta notaris, penyidik sudah melaksanakan gelar perkara pada tanggal 18 September kemarin dan statusnya sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan, hal ini di sampaikan Kapolres Jayapura, AKBP Fredrickus W. A. Maclarimboen, saat di wawancara di Sentani, Kamis (21/09/2023).
Naiknya pada proses penyidikan, Kapolres Jayapura mengharapkan, progres dari kinerja teman-teman (penyidik) ini bisa mengungkap dengan jelas, bagaimana mekanisme terkait dugaan pemalsuan data otentik tersebut.
“Peluang untuk menggunakan upaya paksa dan proses penyidikan ini lebih leluasa untuk digunakan, baik itu dari pemanggilan, penangkapan, penahanan dan juga penggeledahan itu mungkin bisa digunakan,” tegasnya.
Sesuai aturan, kita harus minta persetujuan dari hakim atau pengadilan terkait dengan upaya-upaya lain, diluar daripada pemanggilan dalam hal ini mungkin penggeledahan maupun penyitaan,”jelasnya.
“Pada proses penyelidikan kita minta keterangan dari saksi ahli.
Kapolrea juga menyatakan, pihaknya berjanji akan memproses laporan tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Sementara itu ditempat terpisah, Nelson Ondi sebagai Pelapor memgatakan, pihaknya sudah melaporkan ke kepolisian terkait pemalsuan dokumen yang mencatut namanya di Perusahaan Daerah (Perusda) Baniyau.
“Laporan polisi itu saya buat pada tanggal 8 Juli 2023 lalu, terkait dengan pemalsuan dokumen akta notaris. Saya waktu awal sidak di kantor Perusda Baniyau, juga menemukan atau mendapati data-data yang lebih kepada merugikan saya secara pribadi.
Ia menerangkan, dirinya tidak pernah hadir atau tandatangan berita acara pelantikan sebagai salah satu anggota Bawas Perusda Baniyau.
“Jadi, saat itu saya dipanggil untuk dilantik sebagai anggota Bawas Perusda Baniyau tentang pergantian antar waktu (PAW) tahun 2019-2020. Karena saat itu saya tidak terima, maka saya langsung keluar dari ruangan pelantikan. Namun hanya dalam perjalanan saat itu, saya melaporkan kasus itu ke Ombudsman dan juga melakukan gugatan di PTUN,” ujarnya.
Saya menggugat Pemda Kabupaten Jayapura untuk merevisi SK direksi Perusda Baniyau. Di mana, mereka membuat SK itu melebihi dari ketentuan perda nomor 10 tahun 2008 tentang revisi perda nomor 4 tahun 2014,” sambungnya.
Dirinya merasa tidak pernah menjadi anggota Bawas Perusda Baniyau tahun 2019. Sehingga saat mengetahui itu, saya melakukan konfirmasi ke notaris dan juga ada surat keterangan dari pihak notaris tentang data-data tersebut,” akunya.
Tidak hanya itu, Ondi menemukan data-data diri pribadinya berupa fotokopi KTP dan akte kelahiran itu dimasukkan dalam komputer kerja tanpa sepengetahuannya. “Itu juga bukti-buktinya lengkap ada di saya. Bahkan nama saya juga dicatut dalam laporan keuangan resmi yang dilakukan oleh direksi perusda dalam laporan 2019-2020 dan 2021-2022 itu diserahkan ke BPKAD Kabupaten Jayapura kemudian diberikan kepada BPK RI,” ungkapnya.
“Laporan-laporan itu menjadi dasar yang sudah diaudit oleh akuntan publik dan diberikan kepada BPK. Di laporan keuangan itu nama saya tercatut semua dalam laporan tersebut,”pungkasnya. (Imel)